Pacebook      Religi    Teknik mesin     Medical    Muslim     Forex   Teknisi Elektronik

tawa dari Desa taba penanjung

Tawa dari Taba Penanjung

Di tengah krisis moneter yang mengguncang negeri ini, ketika banyak perusahaan gulung tikar dan para pekerja dipulangkan tanpa pesangon, aku hanya memohon pada Allah:
“Ya Allah, aku tak butuh pekerjaan yang bergengsi. Berilah aku pekerjaan yang aku sukai hingga aku tak merasa lelah menjalaninya.”

Saat itu aku tinggal di kota Bengkulu, bekerja sebagai guru tidak tetap di sebuah sekolah teknologi...

“Allah tidak tidur. Lakukanlah kebaikan sebanyak-banyaknya, dan Allah akan menolongmu.”

- Musafir Engineering

Tawa dari Taba Penanjung

Tawa dari Taba Penanjung

Di tengah krisis moneter yang mengguncang negeri ini, ketika banyak perusahaan gulung tikar dan para pekerja dipulangkan tanpa pesangon, aku hanya memohon pada Allah:
“Ya Allah, aku tak butuh pekerjaan yang bergengsi. Berilah aku pekerjaan yang aku sukai hingga aku tak merasa lelah menjalaninya.”

Saat itu aku tinggal di kota Bengkulu, bekerja sebagai guru tidak tetap di sebuah sekolah teknologi, dan malamnya mengajar di fakultas teknik di universitas swasta. Aku senang mengajar, tapi aku sadar, aku tak benar-benar menjalaninya dengan jiwa. Bahkan ketika ada tawaran menjadi calon anggota legislatif, aku menolak. Itu bukan jalanku.

Pada suatu hari libur, aku pergi ke pasar tradisional dan berkenalan dengan seorang tukang servis jam. Cerita-cerita tentang jam rusak membuat hatiku tertarik. Aku membeli beberapa jam rusak, jam baru, dan seperangkat alat. Aku yakin, di balik jam-jam itu hanya ada roda gigi, motor listrik kecil, dan prinsip mekanik—ilmu yang telah lama aku pelajari.

Sesampainya di rumah, aku membongkar semua jam itu. Aku menganalisa, mencoba, dan berlatih. Dalam waktu kurang dari 12 jam, aku sudah memahami seluruh jenis jam—baik bertenaga baterai maupun kinetik. Besoknya, pulang dari mengajar, aku tak pulang ke rumah. Aku berangkat ke sebuah desa di luar kota: Taba Penanjung.

Di desa itu aku berlaku santun, memperkenalkan diri sebagai teknisi jam. Mereka menyambutku dengan hangat, karena banyak dari mereka yang menyimpan jam rusak bertahun-tahun. Aku memperbaiki satu per satu. Karena tidak ada warung makan di desa, saat tiba waktu makan, mereka bahkan mengajakku makan bersama. Kehangatan yang tak pernah kulupa.

Salah satu jam yang paling menantang hari itu adalah jam Mido Kinetik asal Swiss. Aku belum punya alat pembuka kacanya, karena jam itu hanya bisa dibuka dari atas. Tapi aku mencoba dengan hati-hati. Total hari itu aku memperbaiki antara 15 hingga 17 jam. Uang bersih yang kudapat: Rp150.000.

Hari itu aku menyatakan dalam hatiku: “Aku bisa cari uang. Aku ini orang teknik.” Padahal sebelumnya aku pernah bekerja di perusahaan dengan gaji tetap yang pantas. Tapi aku tak pernah seberani itu untuk mengakui bahwa aku bisa berdiri sendiri.

Sampai di rumah malam itu, semua orang bingung melihatku tertawa sendirian. Mereka tak tahu bahwa dalam tawa itu ada rasa syukur dan haru yang tak bisa dijelaskan dengan kata. Aku tahu, hari itu Allah menjawab doaku.

“Allah tidak tidur. Lakukanlah kebaikan sebanyak-banyaknya, dan Allah akan menolongmu.”

Taba Penanjung menjadi saksi bisu lahirnya kembali seorang musafir teknik. Bukan karena gelar, bukan karena gaji tetap, tapi karena keyakinan bahwa ilmu, jika disertai dengan cinta dan ikhlas, akan selalu menemukan jalannya.

- Musafir Engineering

Tidak ada komentar:

Posting Komentar